Yesterday Beatles

Minggu, 11 Oktober 2009


Para pembaca yang arif dan budiman , nampaknya kita harus ingat kembali boiling frog phenomenon. Seekor katak yang dicemplungkan kedalam air mendidih tentu akan segera loncat keluar menyelamatkan nyawanya.
Namun apa yang terjadi apabila kita letakkan seekor katak didalam wadah berisi air dingin dan kemudian kita letakkan diatas tungku maka kita akan saksikan bahwa katak itu akan tetap diam sampai mati karena pada saat air mulai naik temperaturnya maka sang katak akan menyesuaikan diri meningkatkan ambang batas ketahanan tubuhnya sampai suatu saat dia bisa mati tanpa terasa.
Memang katak tidak bisa disamakan dengan manusia namun apakah fenomena ini bisa terjadi pada manusia ? Jawabnya menurut saya bisa saja karena terkadang memang kita pintar pada sebagian besar waktu kita namun ada saat dimana intellectual dan emotional biorhytm kita berada pada siklus terburuk dan kita melakukan tindakan yang kurang pintar tanpa kita rasakan.
Dalam tulisan ini kita akan membahas tentang persoalan pelik yang sekarang dihadapi oleh dunia konstruksi terutama khususnya di Indonesia yaitu ancaman maturity phase dalam siklus hidup industri konstruksi, atau lebih spesifik lagi adalah industri jasa konstruksi yang tidak termasuk industri hulu maupun hilir dari bisnis jasa konstruksi.
Apabila kita menggunakan teori Life Cycle persoalan utama adalah menentukan posisi kita apakah kita dalam proses mau naik atau mau turun. Namun ini menjadi tidak relevan apabila dikaitkan dengan pemikiran Charles Handy bahwa setiap saat kita harus siap dengan perubahan strategi. Marilah kita melakukan pembahasan dan telaah secara jelas lebih lanjut yang tentunya dari sudut pandang dan paradigma yang belum tentu sama dengan apa yang ada dalam pemikiran pembaca yang arif dan budiman. Kita quote pernyataan Albert Einstein yang mengatakan bahwa kita tidak dapat memecahkan persoalan pada level pemikiran yang sama dengan pada saat persoalan itu terjadi. Artinya kita harus melihat dari paradigma yang berbeda.
Mengungkap Fakta
Dunia Konstruksi memasuki daerah turbulen dengan tingkat Kompleksitas yang tinggi dalam dunia yang sedang bertransformasi. Daerah uncertainty semakin meluas dan perlu pengendalian yang lebih efektif ,dan pada akhirnya mengarah pada fleksibilitas pergeseran paradigma ; demikian kata Samuel C Florman dalam tulisannya yang berjudul The existential pleasures of Engineering. Sedangkan Evan Vlachos dari Sociology & Civil Engineering Colorado State University dalam tulisannya yang berjudul The Future of Civil Engineering in a Transforming World , juga membahas tentang lingkungan yang berubah , trend dan pengembangan Civil Engineering , persiapan Insinyur sipil abad 21 , pergeseran paradigma dalam teori dan praktek serta spekulasi tentang masa depan. Di sisi lain Frank P Davidson dan C Lawrence Meador merumuskan terjadinya kompleksifikasi yang mengarah kepada interdependensi satu sama lain yang memunculkan kerapuhan/vulnerabilitas yang tinggi mempersyaratkan implementasi manajemen resiko. Para insinyur sipil tentunya sangat tidak asing dengan Mekanika Teknik yang menjadi pelajaran utama di Jurusan Sipil. Kita tentunya masih ingat bahwa mata kuliah yang satu ini merupakan beban terberat yang sering menjadi penghalang para mahasiswa jurusan sipil. Apa yang ingin kita ungkap disini adalah bahwa begitu berat kita belajar dibidang sipil sehingga cukup sulit untuk menjadi insinyur sipil yang berkualitas. Walaupun ini tidak berarti bahwa dijurusan yang lain lebih mudah. Namun apa yang terjadi , begitu tamat menjadi insinyur sipil ternyata juga tidak mudah mendapatkan pekerjaan. Kalaupun mendapatkan pekerjaan biasanya ditempat yang susah dengan pekerjaan yang berat dan memerlukan kekuatan dan kondisi fisik yang prima. Dari berbagai sumber yang layak dipercaya kita mencoba untuk menganalisa seberapa jauh para insinyur sipil berkiprah di profesi mereka.

Fakta pertama.
Forbes tahun 2006 mengungkapkan suatu fakta yang menarik dan membanggakan bagi orang sipil , dimana perusahaan Bechtel yang bergerak dibidang konstruksi masuk rangking 9 dalam 10 besar perusahaan terbesar di Amerika dengan membukukan revenue tahun 2006 sebesar 18,1 milyar USD dan mengelola sekitar 40.000 orang. Walaupun masih harus mengekor pada Ernst & Young pada posisi rangking ke 8 yang mengelola Business Services dengan revenue tahun 2006 sebesar 18.40 milyar USD dan mengelola karyawan sebanyak 114,000 orang. Pada bidang yang sama yaitu Business Services Ernst & Young diungguli oleh Pricewaterhouse Coopers dengan revenue sebesar 21.30 milyar USD dan mengelola karyawan sebanyak 140.000 orang pada rangking ke 3.

Memang barangkali tidak perlu kita membahas bisnis mereka , namun yang menarik adalah dengan rangking ke 9 apakah perusahaan Bechtel telah memperkaya pemiliknya , yang telah diwariskan ke generasi ke 3 yaitu Riley P Bechtel yang berusia 54 tahun dengan kekayaan senilai 2.7 milyar USD ataupun pendahulunya Stephen Davison Bechtel Jr dengan kekayaan 2.7 milyar USD pada usia 81 tahun ?
Ternyata dua orang pemain di bidang engineering dan construction masuk dalam ranking terbawah dalam daftar 100 orang terkaya di Amerika versi Forbes. Ini mengungkap indikasi bahwa pekerjaan berat yang dilakukan oleh pengusaha konstruksi ternyata tidak mampu memberikan kesejahteraan yang seimbang dengan upaya yang telah dilakukan. Akan menjadi semakin pening kepala apabila kita lihat revenue dari William Gates yang hampir seluruhnya merupakan juga Profit mengingat bahwa cost untuk menangani revenue tersebut hampir tidak berarti dan membawanya kepuncak sebagai orang terkaya didunia. Laporan Task Committee on the First Professional Degree mengenai Engineering the Future Civil Engineering kepada Executive Committee Board of Direction American Society of Civil Engineers, dikatakan bahwa “ ….Civil Engineers as well as other U.S. based engineering professions, is behind all other major professions in the overall education-experience – licensing - certification - continuing professional development arena. Furthermore, civil engineering is slipping further behind….. Dilihat dari pertimbangan inflasi pendapatan para insinyur sipil secara umum statis selama beberapa decade terakhir. Tanpa melihat pengalamannya , pendapatan bidang teknik sipil jatuh dibawah profesi engineering yang lain. Gaji pertama insinyur sipil juga tercatat jatuh dibawah disiplin engineering yang lain. Dibandingkan profesi secara keseluruhan gaji insinyur sipil juga lebih rendah dari kebanyakan profesi dan menunjukkan pernedaan yang sangat signifikan. Ini berakibat turunnya animo para professional muda yang pintar untuk menggeluti profesi Insinyur sipil.

Fakta kedua.
Indikasi iklim dunia konstruksi yang kelam membawa dampak cukup serius terhadap minat tamatan SMU untuk memilih jurusan Sipil dalam rangka melanjutkan pendidikannya. Jumlah mahasiswa jurusan Sipil di perguruan tinggi mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan dinegara-negara yang maju sekalipun terpaksa harus ada perubahan atau pengalihan nama jurusan sipil menjadi jurusan yang lebih menjual.

Fakta ketiga.
Ada indikasi bahwa banyak perusahaan besar mengalami kesulitan dalam hal pemilikan sumber daya manusia baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang tersedia di perusahaan. Wacana outsourcing yang semakin marak dan dipertentangkan oleh Angkatan kerja dan Departemen Tenaga Kerja , bisa jadi bukan karena sudah direncana namun merupakan gambaran lack of resources dalam perusahaan. Memang kita sadari bahwa organisasi perusahaan-perusahaan konstruksi memiliki ciri-ciri yang sesuai untuk aplikasi bentuk struktur organisasi Adhocracy versi Henry Mitzberg yang solid ramping dengan jenjang minimal dan elemen struktural utama yang tidak terlalu besar , karyawan organik terbatas dan organisasi berkembang sesuai jumlah pekerjaan yang akan diterima. Setiap ada pekerjaan dilakukan outsourcing sampai pekerjaan selesai. Selanjutnya organisasi kembali ke semula dengan ukuran yang efisien.









Mengidentifikasi potensi persoalan dan risiko dibelakang hari.
1. Pasar jasa konstruksi memang merupakan perwujudan dari kemampuan investasi baik pemerintah maupun swasta dengan porsi terbesar dalam bentuk sarana fisik. Sementara itu dalam jangka pendek sudah bisa diprediksi potensi pekerjaan dibidang sarana dan prasarana fisik yang sangat besar yang merupakan kebijakan Pemerintah. Sehingga menjadi suatu pertanyaan besar apakah Sumber daya yang ada dibidang konstruksi dalam negeri mampu menangani jumlah pekerjaan yang cukup besar dalam beberapa tahun mendatang. Namun begitupun masih tercatat bahwa tingkat kompetisi memperoleh pekerjaan masih dirasakan sangat ketat , beberapa perusahaan mengambil kebijakan Low Price strategy tanpa kejelasan apakah juga didasarkan atas Low Cost Strategy sebagai back up atas kebijakan tersebut. Margin tipis untuk kontrak konstruksi sudah merupakan potensi risiko yang high impact dan high probability yang sudah jelas mempersyaratkan penanganan khusus , apalagi penawaran dengan harga pada Break Event Point tanpa margin untuk sekedar mengenerate cashflow.

2. Jumlah teknisi bidang sipil yang semakin jauh berkurang tentunya mendorong dilakukannya studi lebih lanjut tentang kualitas dari sumber tersedia. Ada kemungkinan bahwa bibit-bibit terbaik tidak tertarik untuk masuk di jurusan sipil sehingga ini akan menjadi faktor yang mengkhawatirkan terhadap kualitas bangunan dalam masa-masa mendatang. Padahal kita tahu bahwa ilmu-ilmu yang harus dikuasai insinyur sipil sedemikian sulit untuk dipelajari apalagi kalau kualitas mahasiswanya juga cekak. Menurut Laporan Task Committee on the First Professional Degree mengenai Engineering the Future Civil Engineering kepada Executive Committee Board of Direction American Society of Civil Engineers selanjutnya disimpulkan beberapa hal lain :

a. Pendidikan formal Insinyur Sipil terlalu sempit.
b. Secara historical tercatat bahwa terjadi pengurangan sedikit demi sedikit jumlah kredit semester untuk menamatkan pendidikan sarjana Sipil.
c. Para insinyur sipil memiliki persiapan yang kurang memadai dalam menghadapi lingkungan kerja yang berubah dengan cepat.
d. Pada umumnya insinyur sipil tidak pernah mendapatkan pendidikan kepemimpinan.
e. Semakin banyak yang bukan insinyur memimpin para insinyur.
f. Sistem produksi dan delivery mengalami proses perubahan , mereka yang bukan insinyur sipil mulai memasuki bidang infrastruktur dan lingkungan.
g. Tingkat kompensasi yang rendah untuk para insinyur sipil.
h. Daya tarik bidang Civil Engineering yang mengalami penurunan dimata tenaga muda dengan motivasi tinggi.

3. Era globalisasi saat ini tidak lagi mampu membendung perusahaan asing yang akan berkiprah di Indonesia yang kemungkinan besar memiliki kemampuan yang lebih unggul dibandingkan dengan perusahaan local di Indonesia.
Jadi apa yang harus kita lakukan dalam kondisi seperti ini ? Tentunya banyak upaya yang bisa kita lakukan , apalagi identifikasi risiko diatas hanyalah merupakan sebagian kecil dari sederetan risiko yang lain yang tentunya juga memerlukan penanganan lebih lanjut. Berikut ini adalah beberapa pemikiran yang bisa kita sumbangkan :
1. Merespons potensi risiko yang pertama tentunya bisa diwujudkan melalui kesepakatan antara para pemain dalam memperebutkan kontrak konstruksi melalui Asosiasi baik profesi maupun perusahaan serta Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dalam rangka menyelamatkan bisnis Jasa Konstruksi Nasional.
2. Nampaknya harus ada insentif bagi para teknisi bidang Sipil agar terhindar dari phenomena sulit mencari sekolah , kemudian sekolahnya sulit tidak selesai-selesai , sulit mencari pekerjaan yang prospektif , bekerja ditempat yang sulit dan sulit mendapatkan remunerasi yang sepadan dengan tingkat kesulitannya.
3. Upaya membendung perusahaan asing tentunya tidak secara naif melalui pembatasan-pembatasan serta aturan main , namun lebih kepada focus meningkatkan daya saing perusahaan lokal melalui penataan yang membawa sinergi kepada para pemain lokal. Pendekatan kompromistis yang mengorbankan kepentingan masing-masing untuk bisa terjadi kesepakatan haruslah mulai bergeser kearah pendekatan win win solution yang sinergis. Dalam hal ini peranan BUMN Konstruksi sangat diharapkan untuk bisa berkontribusi membangun iklim kompetisi yang sehat apalagi memasuki era Blue Ocean yang mentabukan persaingan.
4. Diperlukan lahirnya inovasi-inovasi berkualitas yang mampu meminimalisir Red Ocean Competition yang benar-benar bloody. Dengan demikian seperti yang disarankan oleh Peter Drucker fokus kepada inovasi dan pemasaranlah yang akan mampu mendorong terciptanya cashflow sedangkan kegiatan yang lain hanyalah cost.
Untuk identifikasi risiko yang lain dan proses mitigasinya silakan kita semua sebagai warga teknisi sipil ikut berkontribusi sesuai dengan sudut pandang atau paradigma masing-masing , saya hanyalah trigger saja. Wassalam.

Tidak ada komentar: