Yesterday Beatles

Minggu, 11 Oktober 2009

MENGUAK KASUS KKN DI ERA PARIKESIT.

Para pembaca yang arif dan budiman ( karena hanya pembaca arif yang masih mau meneruskan membaca tulisan ini dan berbudi karena mau belajar dari kisah berikut ) , melalui penelusuran backward mengikuti perjalanan kehidupan anak cucu Pandawa saya menemukan satu potongan bukti menarik betapa perilaku kita masa kini telah merebak kembali ke masa lalu memberi inspirasi dan mengkontaminasi alam kehidupan pada saat itu.
Tanpa maksud memberikan pembenaran terhadap praktek-praktek yang kita lakukan dalam menjalankan roda usaha kita saat ini , yang sering kali akrobatik menggunakan cara-cara yang tidak pantas untuk menjadi panutan anak cucu penerus generasi bangsa kita , saya hanya ingin menyampaikan bahwa praktek KKN telah membumi , melaut dan mengudara bahkan sebelum kita mengenal dengan baik apa yang disebut dengan peradaban.

Konon Prabu Parikesit raja Hastinapura cucu Pandawa sedang berburu dihutan yang merupakan kegiatan yang tidak lagi banyak dimungkinkan saat ini mengingat hutan kita saat ini yang ada adalah hutan beton beraneka warna menggantikan warna hijau sejuk pepohonan dimasa itu. Suatu saat hasil buruan beliau lari tidak terkejar dengan panah masih tertancap dibadannya. Kebetulan ada seorang pertapa disekitar itu dan beliau menanyakan apakah sang pertapa melihat buruan beliau. Karena memang sedang bertapa maka sang pertapa yang bernama Samiti sama sekali tidak menjawab sehingga menimbulkan amarah Prabu Parikesit (..sebetulnya ini sah-sah saja namanya juga raja saat itu...). Sang Prabu kemudian mengalungkan seekor bangkai ular dileher sang pertapa. Konon putra sang pertapa yaitu Srenggi melihat kejadian ini kemudian menyumpahi Prabu Parikesit bahwa tujuh malam lagi Raja Parikesit akan mati, karena digigit ular yang bernama Tatsaka.
Sang begawan Samiti yang arif setelah selesai bertapa manyuruh muridnya yang bernama Aghoramuka, menghadap Prabu Parikesit untuk memberitahukan tentang sumpah itu. Mendengar sembah Aghoramuka, baginda menyesali perbuatannya namun malu untuk meminta sumpah itu diurungkan walaupun prinsip bahwa sang raja can do no wrong saat itu belum tercipta. Agar supaya sumpah itu tidak terwujud , beliau membangun sebuah rumah panggung yang sangat tinggi dan kuat, anti gempa tapi juga anti tsunami yang dibangun dengan mendatangkan penyedia jasa konstruksi milik kerajaan ( Badan Usaha Milik Kerajaan/BUMK ) terkemuka di Hastinapura. Bangunan yang diselesaikan dalam waktu hanya 5 hari dilengkapi dengan penangkis bala , disitulah beliau dijaga oleh brahmana yang mustajab mantranya dan dukun-dukun penawar bisa.
Ternyata bahwa walaupun saat itu teknologi informasi belumlah secanggih saat ini tetap saja kabar tentang sumpah Srenggi terdiseminasi kemana-mana. Begitu awas melihat peluang yang bagus ini , pada hari ketujuh seorang Begawan yang bernama Kasyapa yang mempunyai mantra yang sangat mustajab untuk mengobati orang yang terkena bisa ular datang hendak menolong baginda. Sadar akan keunggulan yang dimilikinya , kreatifitas dan spontanitas Kasyapa muncul mendadak , terpikir bahwa hanya dialah satu-satunya yang memiliki kemampuan menyembuhkan Parikesit . Tentu saja ia berharap bahwa kalau ia mampu menolong baginda dengan bargaining position diatas angin maka tentunya harus ada kompensasi berupa harta kekayaan yang tidak sedikit. Biar bagaimana tidak ada makan siang gratis kata Kasyapa dalam hati. Ditengah perjalanan , ia bertemu naga Taksaka yang menyamar menjadi brahmana. Setelah mengetahui maksud Kasyapa Naga Taksakapun berupaya untuk menguji kesaktiannya. Ternyata terbukti bahwa mantra penawar bisa Begawan Kasyapa , anugerah dari Hyang Brahma memang ampuh , mampu menghidupkan kembali pohon dan orang yang sudah dibakar habis oleh Naga Taksaka.
Sangat kagum melihat kesaktian Begawan Kasyapa , Naga Taksaka kemudian menyembah kepada Begawan Kasyapa serta memberinya harta kekayaan berlimpah-limpah. Begitu senangnya dengan pemberian Taksaka yang begitu banyak , Kasyapapun berbalik pikiran. Tujuan untuk menyelamatkan Prabu Parikesit sebetulnya lebih untuk mengejar kompensasi harta kekayaan. Tidak ada gunanya lagi ia menyelamatkan Prabu Parikesit. Iapun membatalkan rencana misi penyelamatannya dan langsung pulang dengan hati senang membiarkan Taksaka melanjutkan niatnya mencari Sang Prabu Parikesit. Seandainya saja saat ini kita bisa naik time machine kembali ke masa lalu barangkali masih ada peluang menasehati Kasyapa.
Sesampainya di Hastinapura , Taksaka mengetahui bahwa melalui implementasi sistem manajemen resiko yang ketat di Hastinapura , Parikesit telah mengidentifikasi berbagai potensi bahaya dan memasang fasilitas early warning system yang canggih disekeliling kediaman Paduka. Selain fasilitas peralatan paduka juga menyiagakan semua menteri yang terkenal memiliki kesaktian yang sudah teruji dengan senjata lengkap yang uptodate didampingi para pawang yang ahli dalam menawar bisa ular. Namun demikian mengikuti jalur nasib yang sudah tergariskan Taksaka menemukan akal untuk melaksanakan tugasnya. Dengan bantuan familinya yang disuruhnya menyamar sebagai seorang brahmana bisa ia pastikan akan menjadi jalan ia bisa masuk ke istana. Melalui penggunaan teknologi yang dipakai dalam teletransportation ala Hastinapura saat itu naga Taksaka memperkecil ukuran tubuhnya sehingga bisa masuk dan bersembunyi kedalam satu buah jambu yang begitu indah yang rencananya akan dipersembahkan kepada Baginda. Early warning system ternyata tidak berjalan dengan baik mengingat bahwa Parikesit terbutakan oleh rasa gembira melihat jambu yang begitu indah bagai buah dari sorga.. Apalagi brahmana tiruan itupun juga dengan piawai mengucapkan puji-pujian, mendoakan keselamatan dan mengucapkan mantra bagi baginda.

Saat itu sudah sore hari baginda bersyukur bahwa akhirnya dia berhasil lolos dari bahaya. Diambilnya jambu persembahan brahmana tiruan yang setelah dibelah, memunculkan Taksaka dalam bentuk seekor ular kecil, yang nampaknya tidak berbahaya namun dengan cepat ular kecil itu kembali jadi besar seperti semula dan mematuk leher baginda yang langsung menjadi abu.
Andai saja waktu itu KPK sudah dibentuk maka Taksaka nampaknya harus mencari strategi lain selain masuk melalui bingkisan untuk raja dan tentunya kisah yang saya tuliskan harus diedit kembali. Silakan anda renungkan .....
>

Tidak ada komentar: